AKHLAK TASAWUF
KEBEBASAN
TANGGUNG JAWAB DAN HATI NURANI SERTA HUBUNGANNYA
Makalah
ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
Dosen
Pengampu : Maria Mahardini, MPd.I
Disusun Oleh
Kelompok III
Ernanda Kurniawan (1704100265)
Indri Fafrini (1704100140)
Pola Pamungkas (1470100234)
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
Jurusan S1 Perbankan Syariah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
2017 M/ 1438 H
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di
dalam ajaran islam akhlak memiliki karakter yang khusus. Islam bukanlah agama
takhayul yang mengajarkan penganutnya untuk mengisolasi diri dari masyarakat
umum. Islam juga bukanlah agama yang mengatur masalah ritual belaka. Namun,
islam adalah agama yang mengajarkan kepada para penganutnya untuk bermasyarakat
secara islami sehingga nilai-nilai ditegakkan untuk mengaturya. Akhlak dalam
ajaran islam menyangkut seluruh sisi kehidupan muslim, dengan sesama manusia,
akhlak dalam kegiatan berekonomi, dalam kegiatan berpolitik, dan dalam
kehidupan beragama.
Setiap
manusia terlahir ke muka bumi ini dengan kebebasannya, namun ia hanya boleh
menggunakan kebebasannya itu sepanjang tidak melanggar norma-norma dan
peraturan-peraturan dalam ajaran agama. Juga harus menjunjung akhlak mulia
dalam menggunakan kebebasan dirinya itu. Perlu diketahui bahwa dasar dari
keimanan itu adalah akhlak mulia. Akhlak mulia berkaitan erat dengan keimanan
dan ketakwaan. Iman yang kuat melahirkan akhlak yang mulia. Takwa adalah
realisasi dari iman oleh karenanya ciri dari ketakwaan juga digambarkan dengan
akhlak mulia seperti dijelaskan dalam Surah Al-Baqarah ayat 177.
Manusia
memiliki hak dan kewajiban juga hati nurani. Manusia sebaiknya bertindak sesuai
hati nuraninya dan tentunya ia harus melaksanakan tanggung jawabnya atas apa
yang telah diperbuat. Seseorang harus melakukan kewajibannya baru ia menuntut
haknya. Seseorang boleh menggunakan haknya sepanjang tidak melanggar batas
hak-hak orang lain. Hal itu juga termasuk ke dalam kategori pelajaran akhlak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani ?
2. Bagaimanakah
hubungan kebebasan tanggung jawab dan hati nurani ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kebebasan
Tanggung Jawab Dan Hati Nurani Serta Hubungannya
a.
Pengertian
Kebebasan
Di antara masalah yang menjadi bahan perdebatan
sengit dari sejak dahulu hingga sekarang adalah masalah kebebasan atau
kemerdekaan menyalurkan kehendak dan kemauan. Yakni adakah kehendak kita
merdeka dalam memilih di antara perbuatan yang kita buat. Dalam kaitan dengan
keperluan kajian akhlak, tampaknya pendapat yang mengatakan bahwa manusia
memiliki kebebasan melakukan perbuatannyalah yang akan diikuti disini.
Sementara golongan yang mengatakan bahwa manusia tidak memiliki kebebasan juga
akan diikuti disini dengan dengan menempatkannya secara proporsional. Yakni
dalam hal bagaimanakah manusia itu bebas, dan dalam hal bagaimana pula manusia
itu terbatas. Dengan cara demikian kita mencoba berbuat adil terhadap kedua
kelompok yang berbeda pendapat itu.
Kebebasan adalah tidak dalam keadaan
diam, tetapi dapat melakukan apa saja yang diinginkan selama masih dalam
norma-norma atau peraturan-peraturan yang telah ada dalam kehidupan pribadi,
keluarga, masyarakat, dan negara.[1] Dalam
arti luas kebebasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang menyangkut
semua urusan mulai dari sekecil-kecilnya sampai sebesar-besarnya sesuai
keinginan, baik individu maupun kelompok namun tidak bertentangan dengan
norma-norma, aturan-aturan, dan perundang-undangan yang berlaku.
Kebebasan sebagaimana dikemukakan Ahmad Charris
Zubair adalah terjadi apabila kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak tidak
dibatasi oleh suatu paksaan dari atau keterkaitan kepada orang lain.[2]
Paham ini disebut bebas negatif, karena hanya dikatakan bebas dari apa, tetapi
tidak ditentukan bebas untuk apa. Seseorang disebut bebas apabila: (1) Dapat
menentukan sendiri tujuan-tujuannya dan apa yang dilakukannya, (2) Dapat
memilih antara kemungkinan yang tersedia baginya, dan (3) Tidak dipaksa atau
terikat untuk membuat suatu yang tidak akan dipilihnya sendiri ataupun dicegah
dari berbuat apa yang telah dipilihnya sendiri, oleh kehendak orang lain,
negara atau kekuasaan apa pun.[3]
Ada orang-orang yang menyalahartikan
kebebasan, sehingga mereka bisa berbuat sekehendak hati tanpa mengindahkan
norma-norma yang ada. Selain itu kebebasan itu meliputi segala
macam kegiatan manusia, yaitu kegiatan yang disadari, disengaja dan dilakukan
demi suatu tujuan yang selanjutnya disebut tindakan. Namun bersamaan dengan itu
manusia juga memiliki keterbatasan yang
demikian atau dipaksa menerima apa adanya. Dilihat dari segi sifatnya,
kebebasan itu dapat dibagi tiga. Pertama kebebasan
jasmaniah, yaitu kebebasan dalam menggerakkan dan mempergunakan anggota badan
yang kita miliki. Dan jika kita dijumpai adanya batas-batas jangkauan yang
dapat dilakukan oleh anggota badan kita, hal itu tidak mengurangi kebebasan,
melainkan menentukan sifat dari kebebasan itu.
Kedua kebebasan
kehendak (rohaniah), yaitu kebebasan untuk menghendaki sesuatu. Jangkauan
kemungkinan untuk berfikir, karena manusia dapat memikirkan apa saja dan dapat
menghendaki apa saja.
Ketiga, kebebasan
moral yang dalam arti luas berarti tidak adanya macam-macam ancaman, tekanan,
larangan dan lain desakan yang tidak sampai berupa paksaan fisik. Dan dalam
arti sempit berarti tidak adanya kewajiban, yaitu kebebasan berbuat apabila
terdapat kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak.
Islam mengajarkan kebebasan yang
bertanggung jawab dan memerhatikan norma-norma yang berlaku. Dengan kata lain,
setiap orang memiliki kebebasan, ia bebas melakukan apa saja yang dikehendaki selagi ia bisa
mempertanggungjawabkan dan tidak melanggar norma-norma yang ada. Dalam ajaran
islam, kebebasan yang diberikan kepada manusia adalah kebebasan yang dipimpin
oleh wahyu. Manusia bebas untuk berperilaku berlandaskan norma-norma seperti
yang digariskan dalam alquran. Salah satu kebebsan yang dapat disebutkan disini
adalah kebebasan untuk menyatakan pendapat, namun harus dilandasi dengan
pikiran yang sehat.
Kebebasan pada tahap selanjutnya mengandung
kemampuan khusus manusiawi untuk bertindak, yaitu dengan menentukan sendiri apa
yang mau dibuat berhadapan dengan macam-macam unsur. Manusia bebas berarti
manusia yang dapat menentukan sendiri tindakannya.
Selanjutnya manusia dalam bertindak dipengaruhi oleh
lingkungan luar, tetapi dapat juga mengambil sikap dan menentukan dirinya
sendiri. Manusia tidak begitu saja dicetak oleh dunia luar dan dorongan
doorongannya di dalam, melainkan ia membuat dirinya sendiri berhadapan dengan
unsur-unsur tersebut. Dengan demikian kebebasan ternyata merupakan tanda dan
ungkapan martabat manusia, sebagai satu-satunya makhluk yang tidak hanya ditentukan
dan digerakkan, melainkan yang dapat menentukan dunianya dan dirinya sendiri.
b.
Pengertian
Tanggung Jawab
Tanggung jawab menurut kamus besar bahasa indonesia
adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab
adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya,
dan memberikan jawab serta menanggung akibatnya.[4]
Tanggung jawab secara sempit, yaitu suatu usaha
seseorang dimanahkan, harus dilakukan.[5]
Istilah dalam islam tanggung jawab merupakan amanah. Secara luas tanggung jawab
diartikan sebagai usaha manusia melakukan amanah secara cermat, teliti,
memikirkan akibat baik dan buruknya, untung rugi dan segala hal yang
berhubungan dengan perbuatan tersebut secara transparan menyebabkan orang
percaya dan yakin, sehingga perbuatan tersebut mendapat imbalan baik maupun
pujian dari orang lain.[6]
Tanggung jawab merupakan sifat yang amat baik bagi
manusia. Tidak bertanggung jawab adalah sifat yang buruk. Seseorang tidak perlu
bertanggung jawab terhadap hal yang tidak
mengandung kemerdekaan di dalamnya. Pertanggungjawaban manusia tertuju kepada
segala prbuatan, tindakan, sikap hidup sebagai pribadi, anggota keluarga, rumah
tangga, masyarakat, dan negara. Manusia memiliki tanggung jawab terhadap tuhan
dan semua manusia, meliputi semua aspek kehidupan.Tanggung jawab adalah
mempertahankan keadilan, keamanan, dan kemakmuran
Macam-macam tanggung jawab.[7]
i.
Tanggung jawab terhadap dirinya sendiri
Manusia diciptakan oleh
tuhan mengalami periode lahir, hidup, kemudian mati. Agar manusia dalam
hidupnya mempunyai “harga”, sebagai pengisi fase kehidupannya itu maka manusia
tersebut atas namanyasendiri dibebani tanggung jawab. Sebab apabila tidakada
tanggung jawab terhadap dirinya sendiri maka tindakannya tidak terkontrol lagi.
Intinya masing-masing individu dituntut adanya tanggung jawab untuk
melangsungkan hidupnya di dunia sebagai makhluk tuhan.
ii. Tanggung jawab
terhadap keluarga
Keluarga merupakan masyarakat kecil.
Keluarga terdiri atas ayah-ibu, anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi
anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada
keluarganya. Tanggung jawab itu menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung
jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan.
Untuk memenuhi tanggung jawab biasanya diperlukan pengorbanan.
iii.
Tanggung jawab terhadap masyarakat
Pada hakekatnya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain,
sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial. Karena membutuhkan manusia
lain, maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut. Sehingga dengan
demikian manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang lain agar dapat
melangsungkan hidupnya dalam masyarakat tersebut.
c.
Pengertian
Hati Nurani
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat di mana
manusia dapat memperoleh saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani ini diyakini
selalu cenderung kepada kebaikan dan tidak suka kepada keburukan. Atas dasar
inilah muncul aliran atau paham intuisisme, yaitu paham yang mengatakan bahwa
perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kata hati, sedangkan
perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang tidak sejalan dengan kata hati atau
hati nurani, sebagaimana hal ini telah diuraikan panjang lebar diatas.[8]
Karena sifatnya yang demikian itu, maka hati nurani
harus menjadi salah-satu dasar pertimbangan dalam melaksanakan kebebasan yang
ada dalam diri manusia, yaitu kebebasan yang tidak menyalahi atau membelenggu
hati nuraninya, karena kebebasan yang demikian itu pada hakikatnya adalah
kebebasan yang merugikan secara moral.
Dari pemahaman kebebasan yang demikian itu, maka
timbulah tanggung jawab, yaitu bahwa kebebasan yang diperbuat itu secara hati
nurani dan moral harus dapat dipertanggungjawabkan. Di sinilah letak hubungan
antara kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani.
Dalam jiwa manusia dirasakan ada sesuatu kekuatan
yang berfungsi untuk memperingatkan, mencegah dari perbuatan yang buruk.
Sebaliknya kekuatan tersebut mendorong terhadap perbuatan yang baik. Ada
perasaan yang tidak senang jika mengerjakan sesuatu karena tidak tunduk pada
kekuatan ini. Apabila berbuat jahat, kekuatan tersebut memarahinya dan merasa
memnyesal atas perbuatan itu. Kekuatan tersebut adalah hati nurani.
Ciri-ciri hati nurani adalah sebagai berikut.[9]
i. Apabila
kekuatan mengiringi sesuatu perbuatan,
dapat memberi petunjuk dan membimbing dari kemaksiatan.
ii. Apabila
kekuatan mengiringi sesuatu perbuatan, dapat mendorongnya untuk menyempurnakan
perbuatan perbuatan yang baik dan menahan perbuatan yang buruk.
iii. Apabila
kekuatan menyusul setelah perbuatan, dapat merasa gembira dan senang. Jika
berbuat kesalahan dia merasakan sakit dan pilu, karena kesalahan itu.
Hati
nurani timbul dari hati yang paling dalam. Perintah kepada seseorang supaya
melakukan kewajiban dan jangan sampai menyalahinya. Hati nurani menyuruh
melakukan kewajiban, bukan karena balasan dan siksaan tetapi lebih disebabkan
oleh perasaan dalam batin.
Hati
nurani mempunyai tingkatan, yaitu sebagai berikut.
i.
Perasaan melakukan kewajiban karena
ibadah kepada allah.
ii.
Perasaan mengharuskan mengikutinya apa
yang telah diperintahkan.
iii.
Perasaan yang seharusnya mengikuti apa
yang dipandang dirinya benar.
iv.
Perasaan melakukan kewajiban karena
takut pada allah bukan manusia atau lainnya.[10]
Hati
nurani setiap orang berbeda-beda. Hal ini disebabkan berbagai faktor.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.
i. Faktor
masa lampau
Berabad-abad yang lalu
perbudakan itu adalah hal yang biasa dan perempuan diperlakukan sebagai nafsu
adalah hal yang lumrah. Namun sekarang, di manapun di dunia ini mencela dan
mengecamnya. Ini menunjukkan bahwa hati nurani orang zaman dahulu tidaklah
sebaik hati nurani orang zaman sekarang. Pada zaman itu hati nurani mereka
tidak peka, tidak tanggap dan menyalahi itrah manusia.
ii. Faktor
perbedaan waktu
Terkadang ia
menyaksikan sesuatu baik dalam suatu waktu sehingga bila mengikat dirinya ia
melihatnya buruk dan begitu sebaliknya.[11]
Hati nurani itu kadang salah, namun
dia tidak begitu disalahkan apabila nanti terlihat perbuatannya merugikan.
Segala perbuatan itu diberi hukum baik atau buruk karena melihat kepada maksud
yang melakukan bukan karena melihat kepada hasil atau buah dari perbuatan itu.
B. Hubungan Kebebasan Tanggung Jawab
dan Hati Nurani
Suatu
perbuatan dapat dikategorikan sebagai perbutan yang dapat dinilai berakhlak,
apabila perbuatan tersebut dilakukan atas kemauan sendiri, bukan paksaan dan
bukan pula dibuat-buat dan dilakukan dengan tulus ikhlas.[12]
Untuk mewujudkan perbuatan akhlak yang ciri-ciriny demikian baru bisa terjadi
apabila orang yang melakukannya memiliki kebebasan atau kehendak yang timbul
dari dalam dirinya sendiri. Dengan demikian perbuatan yang berakhlak itu adalah
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja secara bebas. Disinilah letak hubungan
antara kebebasan dan perbuatan akhlak.
Selanjutnya
perbuatan akhlak juga harus dilakukan atas kemauan sendiri dan bukan paksaan.
Perbuatan yang seperti inilah yang dapat dimintakan pertanggungjawabnya dari
orang yang melakukannya. Disinilah letak hubungan antara tanggung jawab dan
perbuatan akhlak.[13]
Dalam pada itu perbuatan akhlak juga harus muncul dari keihklasan hati yang
melakukannya, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada hati sanubari, maka
hubungan akhlak dengan kata hati menjadi sedemikian penting.
Dengan demikian,
masalah kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani adalah merupakan faktor
dominan yang menentukan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan
akhlaki. Disinilah letak hubungan fungsional antara kebebasan, tanggung jawab
dan hati nurani dengan akhlak.
BAB III
KESIMPULAN
Kebebasan
adalah kemerdekaan seseorang tanpa adanya kekangan dari pihak manapun yang
dapat menghalangi seseorang untuk melakukan perbuatannya, namun perbuatan
tersebut tidak bertentangan dengan norma-norma, aturan-aturan yang berlaku.
Kebebasan yang baik adalah kebebasan yang mengandung sikap moral yaitu
kebebasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Namun manusia dalam melakukan
tindakannya tidak bisa lepas dari hati nuraninya, hati nurani selalu cenderung
mengajak kepada kebaikan dan menolak keburukan. Apabila seseorang melakukan
keburukan maka hati nuraninya akan menghukum dirinya sendiri. Disinilah letak
hubungan antara kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani.
DAFTAR PUSTAKA
Nata
Abuddin, Akhlak Tasawuf. Jakarta:
Rajawali Pers, 2012.
Abdullah
Yaatimin, Studi Akhlak Dalam Perspektif
Al-Quran. Jakarta: Amzah, 2007.
http://khusus-tugas.blogspot.com/2013/05/makalah-manusia-dan
tanggung-jawab.html?m=1
https://yogiearieffadillah.wordpress.com/2013/06/04/makalah-manusia-dan-tanggung-jawab/
[1] Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Pespektif Islam, (Jakarta:
Amzah, 2007), h. 100.
[2] Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers,
2012), h. 130.
[3] Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers,
2012), h. 130-131.
[4]http://khusus-tugas.blogspot.com/2013/05/makalah-manusia-dan
tanggung-jawab.html?m=1
[5] Abidin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 104.
[6] Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Alquran, (Jakarta:
Amzah, 2007), h. 104.
[7]https://yogiearieffadillah.wordpress.com/2013/06/04/makalah-manusia-dan-tanggung-jawab/
[8]
Abidin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2012), h. 135.
[9] Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al Quran, (Jakarta:
Amzah, 2007) h. 109.
[10] Ibid., 109.
[11] Ibid., h. 109.
[12] Abidin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers,
2012), h. 136.
[13] Ibid., h. 136.
Comments
Post a Comment