BAB II
PEMBAHASAN
A. BADAN AMIL
ZAKAT NASIONAL (BAZNAS)
Badan Amil Zakat adalah organisasi pengelolaan
zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri atas unsur masyarakat dan
pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan
zakat sesuai dengan ketentuan agama, sebagai pelaksanaan amanat Undang-Undang
Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Kepengurusan BAZ terdiri atas
pemerintah dan masyarakat. Unsur pemerintah dalam hal ini Departemen Agama dan
Pemeritah Daerah, sedangkan unsur masyarakat mencakup tokoh masyarakat, ulama,
cendikiawan, dan sebagainya. BAZ dibentuk sesuai dengan tingkat wilayah
pemerintahan negara, yaitu tingkat nasional yang berpusat di ibu kota negara
kita, tingkat provinsi yang berpusat di ibu kota provinsi, tingkat kabupaten/
kota berpusat di ibu kota kabupaten/ kota, dan tingkat kecamatan yang berpusat
di ibu kota kecamatan.
Badan Amil Zakat Nasional disingkat BAZNAS
berkedudukan di Jakarta sebagai ibu kota negara. Pengurus BAZNAS diangkat
dengan Keputusan Presiden atas usul Menteri Agama. Kepengurusan BAZNAS terdiri
atas Dewan Pertimbangan terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua,
seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris dan sebanyak-banyaknya sepuluh
anggota. Komisi Pengawasan terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua,
seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris, dan sebanyak-banyaknya sepuluh
orang anggota. Badan Pelaksana terdiri atas seorang ketua, dua orang wakil
ketua, seorang sekretaris, dua orang wakil sekretaris, seorang bendahara, dan
seorang wakil bendahara, serta dilengkapi divisi pengumpulan, divisi
pendistribusian, divisi pendayagunaan, dan divisi pengembangan.[1]
Pemerintah mendesain BAZNAS sebagai lembaga pemerintah
nonstruktural yang keanggotaannya terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah,
ialah agar sifat keumatannya tidak hilang. Untuk membantu BAZNAS dalam
pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, masyarakat
dapat membentuk LAZ (Lembaga Amil Zakat). Setiap LAZ wajib mendapat izin dari
Pemerintah. Keuangan zakat tidak masuk
dalam neraca APBN, tetapi cukup dilaporkan saja. Negara mempunyai kepentingan
memfasilitasi umat Islam dalam menunaikan kewajiban zakat, tetapi bukan
mengambil manfaat dari dana umat.[2]
Dalam
pengelolaan baik zakat, infaq dan shadaqoh terdapat beberapa prinsip yang harus
diikuti dan ditaati agar pengelola dapat berhasil guna sesuai dengan yang
diharapkan, prinsip-prinsip tersebut adalah prinsip keterbukaan, suka rela,
keterpaduan, profesionalisme, dan kemandirian.
a.
Prinsip keterbukaan, artinya
dalam pengelolaan hendaknya dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh
masyarakat umum. Hal ini perlu dilakukan agar dapat dipercaya oleh umat.[3]
b.
Prinsip sukarela, berarti bahwa dalam
pemungutan dan pengumpulan hendaknya senantiasa berdasarkan prinsip suka rela
dari umat Islam yang menyerahkan dan tidak boleh ada unsur pemaksaan atau
cara-cara yang dapat dianggap sebagai suatu pemaksaan. Dan harus lebih
diarahkan kepada motivasi yang bertujuan memberikan kesadaran kepada umat Islam
agar membayar kewajibannya.
c.
Prinsip keterpaduan, artinya sebagai
organisasi yang berasal dari swadaya masyarakat dalam menjalankan tugas dan
fungsinya meski dilaksanakan secara terpadu diantara komponen-komponennya.
d.
Prinsip profesionalisme, bahwa dalam
pengelolaan harus dilakukan oleh mereka yang ahli dibidangnya, baik dalam
administrasi, keuangan dan lain sebagainya dan juga dituntut memiliki
kesungguhan dan rasa tanggung jawab dalam menjalankan tugasnya dan akan lebih
sempurna apabila dibarengi dengan sifat amanah.
e.
Prinsip kemandirian, merupakan
kelanjutan dari prinsip profesionalisme, yang diharapkan mampu menjadi lembaga
swadaya masyarakat yang mandiri dan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya
tanpa perlu menunggu bantuan dari pihak lain.[4]
Petunjuk teknis pengelolaan zakat yang dikeluarkan oleh institusi Managemen
Zakat dikemukakan susunan organisasi lembaga pengelolaan zakat seperti Badan
Amil Zakat sebagai berikut:
a.
Badan Amil Zakat terdiri atas Dewan
Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.
b.
Dewan Pertimbangan sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekreteris dan anggota.
c.
Komisi Pengawas sebagaimana
dimaksud ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretaris dan anggota.
d.
Badan pelaksana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretris, bagian keuangan, bagian
pengumpulan, bagian pendistribusian dan pendayagunaan.
Anggota pengurus Badan Amil Zakat terdiri atas unsur
masyarakat dan unsur pemerintah. Unsur pemerintah terdiri atas unsur ulama,
kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga profesional dan lembaga pendidikan yang
terkait.
Fungsi dan tugas pokok pengurus Badan Amil Zakat (BAZ)
antara lain:
1.
Dewan Pertimbangan
Memberikan pertimbangan, fatwa,
saran, dan rekomendasi kepada badan pelaksana dan komisi pengawas dalam pengelolaan
Badan Amil Zakat, meliputi aspek
syari’ah dan aspek manajerial.
Tugas Pokok Dewan Pertimbangan
adalah :
a.
Memberikan garis-garis kebijakan umum
Badan Amil Zakat.
b.
Mengesahkan rencana kerja dari
Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas.
c.
Mengeluarkan fatwa syari’ah baik
diminta ataupun tidak berkaitan hukum zakat yang wajib diikuti oleh pengurus
Badan Amil Zakat.
d.
Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi
kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas baik diminta maupun tidak diminta.
e.
Memberikan persetujuan atas laporan
tahunan hasil kerja Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas.
f.
Menunjuk akuntan publik.
2.
Komisi Pengawas
Sebagai pengawas internal lembaga
atas operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana.
Tugas Pokok Komisi Pengawas
adalah:
a.
Mengawasi pelaksanaan rencana kerja
yang telah disahkan.
b.
Mengawasi pelaksanaan
kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan Dewan Pertimbangan.
c.
Mengawasi operasional kegiatan yang
dilaksanakan Badan Pelaksana, yang mencakup pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan.
d.
Melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan
syari’ah.
3.
Badan Pelaksana
Sebagai pelaksana pengelolaan
zakat. Tugas Pokok Badan Pelaksana adalah:
a.
Membuat rencana kerja.
b.
Melaksanakan operasional pengelolaan zakat sesuai
rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan.
c.
Menyusun laporan tahunan.
d.
Menyampaikan laporan pertanggung jawaban
kepada pemerintah.
e.
Bertindak dan bertanggung jawab
untuk dan atas nama Badan Amil Zakat ke dalam maupun ke luar.[5]
Salah satu tugas penting lain dari lembaga pengelolaan zakat
adalah melakukan sosialisasi tentang zakat kepada masyarakat secar
terus-menerus dan berkesinambungan, melalui berbagai forum dan media, seperti
khutbah jum’at, media ta’lim, seminar, diskusi dan lokakarya, melalui surat
kabar, majalah, radio, internet maupun televisi. Dengan sosialisasi yang baik
dan optimal diharapkan masyarakat muzakki akan semakin sadar untuk membayar
zakat melalui lembaga zakat yang kuat, aman dan tepercaya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Badan Amil
Zakat adalah organisasi pengelolaan zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri
atas unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan,
mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama,
sebagai pelaksanaan amanat Undang-Undang.
Dalam pengelolaan baik zakat, infaq dan shadaqoh terdapat beberapa prinsip
yang harus diikuti dan ditaati agar pengelola dapat berhasil guna sesuai dengan
yang diharapkan, prinsip-prinsip tersebut adalah prinsip keterbukaan, suka
rela, keterpaduan, profesionalisme, dan kemandirian.
Adapun etunjuk
teknis pengelolaan zakat yang dikeluarkan oleh institusi Managemen Zakat
dikemukakan susunan organisasi lembaga pengelolaan zakat seperti Badan Amil
Zakat sebagai berikut:
a.
Badan Amil Zakat terdiri atas Dewan
Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.
b.
Dewan Pertimbangan sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekreteris dan anggota.
c.
Komisi Pengawas sebagaimana
dimaksud ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretaris dan anggota.
d.
Badan pelaksana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekretris, bagian keuangan, bagian
pengumpulan, bagian pendistribusian dan pendayagunaan.
DAFTAR
PUSTAKA
IAIN Raden Intan, 1990, Pengelolaan
Zakat Mal Bagian Fakir Miskin : Suatu pendekatan Operatif, Lampung : IAIN Raden
Intan
Ahmad Hasan
Ridwan, 2013, Manajemen Baitul Mal Watamwil, PUSTAKA SETIA, Bandung
Diunduh dari: http://pusat.baznas.go.id/posko-aceh/membaca-arah-regulasi-pengawasan-pengelolaan-zakat/ pada 13 Maret 2018 pukul 22.17
Hafidhuddin, DR. K.H Didin. M. SE. 2002, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Gema Insani, Jakarta
[2]Diunduh dari: http://pusat.baznas.go.id/posko-aceh/membaca-arah-regulasi-pengawasan-pengelolaan-zakat/ pada 13 Maret 2018 pukul 22.17
[3] Hafidhuddin, DR. K.H Didin. M. SE. Zakat Dalam Perekonomian Modern. (Jakarta : Gema Insani, 2002), h. 97
Comments
Post a Comment